Perabotan Lenong

Aku Bangga Jadi Anak Betawi

Jumat, 09 Maret 2012

Wayang Golek Lenong Betawi



Wayang Golek Lenong Betawi diciptakan oleh Tizar Purbaya pada tahun 2000. Pria kelahiran Banten tahun 1950, berdarah Betawi yang kini tinggal di Sunter Jakarta Utara. Cerita wayang Golek Lenong Betawi diangkat dari berbagai legenda/kisah pahlawan Betawi dan cerita rakyat. Dalam pertunjukan menggunakan bahasa Betawi dengan gaya nglenong yang penuh guyon dan banyolan.

Wayang Golek Lenong Betawi dipentaskan pertama kali pada tanggal 10 April 2001 di hadapan Bapak Sutiyoso, Gubernur DKI Jakarta, bertempat di Galangan Kafe VOC. Semenjak itu undangan mendalang wayang Golek Lenong Betawi pun sampai ke berbagai Negara di dunia, antara lain adalah di Washingtton DC pada tahun 2002, dan di Edo City, Jepang di tahun 2004.

Tizar Purbaya, dalang Wayang Golek Lenong Betawi yang dijuluki Master Of Puppet Indonesia oleh seorang penulis Jerman, menjelaskan bahwa Wayang Golek Lenong Betawi adalah kombinasi antara lenong, gambang kromong dan wayang golek sehingga menghasilkan seni pertunjukan baru yang menarik.

Dari segi pertunjukan, Wayang Golek Lenong Betawi mirip pertunjukan Wayang Golek Sunda. Bedanya, Wayang Golek Lenong Betawi menggunakan gambang kromong sebagai musik pengiring.
Tema ceritanya dari kisah-kisah legenda Betawi seperti Si Pitung, Si Jampang atau Si Manis Jembatan Ancol. Wayang Golek Lenong Betawi juga tidak menjadikan dalang sebagai ‘pemain tunggal’, seluruh kru bahkan para pemain musik bisa saja melempar“celetukan” di tengah pertunjukkan.
Yang menarik adalah tekniknya. Ada wayang golek yang bisa mengeluarkan air mata atau darah,ada yang kepalanya tertancap sebilah golok, bahkan ada yang bisa berubah wujud menjadi hantu. “Teknik dasar pembuatannya saya pelajari di Jepang, di Indonesia saya kembangkan dan perkaya, hingga hasilnya seperti ini,” ujar Tizar.

Pertunjukan Wayang Golek Lenong Betawi biasanya memakan waktu dua jam. Jumlah krunya mencapai sepuluh hingga lima belas orang. Bahasa tuturnya menggunakan bahasa Betawi ‘elu-gue’ yang kental. Pokoknya sepanjang pertunjukan, penonton dijamin tidak bakal bosan karena ceritanya seru dan menarik.

Tizar mengakui awal mula pembuatan wayang golek “bule” itu dilakukannya secara tidak sengaja. Pertengahan tahun 1998, dia menerima pesanan wayang golek yang mirip wajah sepasang turis asal Eropa. Kemudian karena Jakarta dilanda kerusuhan, kedua turis itu kembali ke negara asalnya dan tidak mengambil wayang yang sudah dipesan dari Tizar.

Mendalang dan membuat wayang golek sudah dijalani lebih dari separuh perjalanan hidup pria berusia 61 tahun ini. Wayang golek pula yang membawanya berkelana ke berbagai negara. Amerika, Belanda, Jepang, India, hingga ke perbatasan Laos-Thailand sudah dijelajahinya untuk mementaskan wayang golek.

Pria kelahiran Cikande, Banten, pada 1950, Tizar mengenal wayang justru di Jakarta. ”Ibu saya dari Banten, ayah Betawi,” ungkapnya.
Ia berharap pemerintah melalui Dinas Pariwisata tidak berpaling dari putra-putra Betawi yang kreatif dan selalu membawa citra baik budaya Betawi. Tizar yang mempunyai ribuan koleksi wayang golek itu mengatakan, wayang Betawi yang dia ciptakan lebih berkarakter bila dibandingkan dengan golek sejenis.

Sempat bergabung dengan Teater Kecil pimpinan Arifin C Noer, di usia 24 tahun Tizar mengaku menjadi orang pertama yang mementaskan wayang golek sunda dalam Bahasa Indonesia. ”Waktu itu, tahun 1974, kan banyak orang ribut soal pengIndonesiaan wayang. Kita main aja pakai Bahasa Indonesia. Ternyata penonton rensponsif, semua orang mengerti,” katanya.
Di tahun-tahun itu pula ia membuat pementasan teater boneka, mengombinasikan wayang, teater, dan film. Pementasan menggunakan boneka dan wayang. Ada juga orang yang main, ada latar belakang film. Jadi, ”Boneka dimainkan dalang sampai akhirnya dalang jadi boneka.

Dari : Nohara Argay Shinosuke Part II

Tidak ada komentar:

Posting Komentar