Perabotan Lenong

Aku Bangga Jadi Anak Betawi

Jumat, 09 Maret 2012

Keroncong Tugu

Keroncong Tugu dahulu sering disebut Cafrinho Tugu. Orang-orang keturunan Portugis (mestizo) telah memainkan musik ini sejak 1661. Pengaruh Portugis dapat diketahui dari jenis irama lagunya. Misalnya moresko, frounga, kafrinyo, dan nina bobo. Keroncong Tugu tidak jauh beda dengan keroncong pada umumnya. Tapi juga bukan sama persis. Keroncong Tugu berirama lebih cepat. Irama yang lebih cepat ini disebabkan oleh suara ukulele yang memainkannya digaruk seluruh senanrnya. Sementara keroncong Solo atau Yogya berirama lebih lambat.
Keroncong Tugu pada mulanya dimainkan oleh 3 atau 4 orang. Alat musiknya hanya 3 buah gitar, yaitu: gitar Frounga yang berukuran besar dengan 4 dawai, gitar Monica berukuran sedang dengan 3-4 dawai, dan gitar Jitera yang berukuran keci dengan 5 dawai. Selanjutnya alat musik Keroncong Tugu ditambah dengan suling, biola, rebana, mandolin, cello, kempul, dan triangle. Dulu keroncong ini sering membawakan lagu berirama melankolis, diperluas dengan irama pantun, irama stambul, irama Melayu, langgam keroncong, dan langgam Jawa. Syair lagu-lagunya kebanyakan masih menggunakan bahasa Portugis, yang cara pengucapannya sudah terpengaruh dialek Betawi Kampung Tugu.
Keroncong Tugu masih sering pentas pada berbagai tempat dan kesempatan. Di atas pentas para pemainnya selalu berpenampilan khas: yang laki-laki mengenakan baju koko putih, celana batik, dan tutup kepala semacam baret. Mereka juga selalu memakai semacam syal yang melingkari leher. Sementara yang perempuan memakai kebaya. Tokoh keroncong Tugu saat ini adalah Samuel Quicko dan Fernando yang memimpin “Moresko Toegoe” di Kampung Tugu, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Mereka berdua dibantu oleh saudara-saudara mereka, Ester dan Bernado. Sebelumnya ada orang tua mereka: Oma Kristin (Christine) dan opa Eddy Wasch yang pernah memperoleh penghargaan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin pada 1976.

Dari : Jabir Sofyan Khamal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar