Perabotan Lenong

Aku Bangga Jadi Anak Betawi

Jumat, 30 Desember 2011

BETAWI DI ERA TINGGAL LANDAS

Orang Betawi –sepertinya- masih agak kurang memahami tentang Jakarta, kampung kelahirannya. yang berfungsi sebagai ibukota negara. Sedangkan orang Jakarta, apalagi yang lahir dan tumbuh besar di tanah Betawi boleh dikatakan tahu persis apa itu Betawi. Jakarta, meski kampung halaman kita selaku orang Betawi, adalah milik semua suku bangsa yang ada di Indonesia lantaran Jakarta ditetapan sebagai ibukota negara.
ADA yang mengatakan kalo saat ini adalah saat di mana kita melakoni hidup dalam era tinggal landas. Kenyataan itu menuntut kita untuk lebih mampu mengaktualisasikan kemampuan diri agar dapat survive di era tinggal landas yang tingkat persaingan hidupnya semakin kompetitif. Dengan mengaktualisasikan kemampuan diri atawa SDM diri kita sendiri, itu merupakan cerminan konkret dari upaya kita agar kita bisa ‘turut serta’ tinggal landas bersama (etnis) yang lain. Sehingga kita tidak tinggal di landasan dan tidak tertindas di kampung halaman kita sendiri. Baik tertindas secara sosial, ekonomi, politik, hukum, budaya, dan lain sebagainya.
Bila kita mau meluangkan waktu sejenak untuk bercermin, insya Allah kita tidak bercermin pada cermin yang retak. Dan juga jangan sampai lantaran melihat wajah kita yang buruk di cermin maka cermin itu kita belah. Kita menyalahkan keburukan kita pada cermin, bukan pada prilaku diri kita sendiri.
Ketika bercermin, dari pantulan cermin itu, sebagai anak Betawi saya menyaksikan bahwa banyak orang Betawi–sepertinya- masih agak kurang memahami tentang Jakarta, kampung kelahirannya yang berfungsi sebagai ibukota negara. Sedangkan orang Jakarta, apalagi yang lahir dan tumbuh besar di tanah Betawi boleh dikatakan tahu persis apa itu Betawi. Jakarta, meski kampung halaman kita selaku orang Betawi, adalah milik semua suku bangsa yang ada di Indonesia lantaran Jakarta ditetapkan sebagai ibukota negara.
Menurut hemat saya, sebagai anak Betawi kita harus paham dan memahami benar bahwa Kota Jakarta yang dulu bernama Batavia sesungguhnya bukan milik orang Betawi semata. Jakarta adalah milik orang Indonesia. Sebagai ibukota negara, Jakarta merupakan miniatur dan barometer Indonesia di mata bangsa lain. Sebagai anak Betawi kita kudu bangga lantaran kampung halaman kita jadi ibukota negara. Emang, ada plus dan minus-nya. Lantas, muncul atu pertanyaan mendasar; sebagai orang Betawi, apa sih yang udah kita lakukan untuk kemajuan kampung kita yang sekarang jadi ibukota negara?
Kalo memang Jakarta ditetapkan sebagai ibukota negara ada plus dan minus-nya, sebagai anak Betawi yang berpikiran sehat tentu kita akan mengupayakan peningkatan pada plus-nya di samping meminimalisir minus-nya. Salah satu contoh plus-nya adalah Jakarta menjadi jauh lebih cepat maju dan berkembang dibanding wilayah lain. Walhasil, karena hampir 80% perputaran uang ada di Jakarta maka berbondong-bondong orang dari wilayah lain tumplek bleg di Jakarta untuk mengubah nasibnya menjadi lebih baik.
Makanya kalau kagak mau kalah ama orang dari wilayah lain yang mengadu nasib di Jakarta, kita selaku penduduk asli harus siap memenangkan persaingan dengan modal otak, bukan otot. Persaingan yang sehat. Persaingan yang mampu mengangkat harkat martabat kita selaku penduduk inti Kota Jakarta.
Seiring dengan itu, lahir pula minus-nya, contoh, Jakarta memiliki tingkat kejahatan yang begitu tinggi dibanding wilayah lain lantaran persaingan ketat membuat orang banyak melanggar hukum untuk memenangkan persaingan yang ada. Karena, diakui atau tidak, di samping orang yang bermodal ilmu datang untuk mengadu nasib ke Jakarta, tak sedikit juga orang yang datang cuma bermodalkan tekad dan nekad doang. Gak lebih gak kurang. Datang ke Jakarta modal yang dikandut cuman tekad dan nekad!
Kembali kepada pertanyaan mendasar; sebagai orang Betawi, apa sih yang udah kita lakukan untuk kemajuan kampung kita yang sekarang jadi ibukota negara?
Jawabannya, mungkin, banyak tumbuh dan berkembangnya Ormas Betawi yang memikili visi misi mengangkat harkat dan martabat kaum Betawi. Tentu saja, sebagai sebuah kaum yang memiliki kampung halaman bernama Jakarta, kita tidak akan mampu berbuat banyak atau berkontribusi besar dalam perkembangan dan kemajuan Jakarta kalo harkat dan martabat kita masih dipandang sebelah mata oleh etnis lain yang notabene pendatang di Jakarta ini. Lewat Ormas Betawi, kita sebagai anak Betawi berbuat untuk Jakarta. Apalagi Ormas Betawi amat terbuka dalam merangkul semua etnis yang ada di Jakarta untuk membangun bersama dan bersama membangun demi kemajuan Jakarta sebagai miniatur Indonesia.
Kebersamaan yang dikembangkan Ormas Betawi merupakan cerminan dari kesadaran bahwa Jakarta milik semua orang Indonesia. Karena milik semua, maka kita semua pun berkewajiban membangun dan memajukan Jakarta. Kebersamaan ini sejalan dengan firman Allah SWT. yang artinya: “Kuciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar satu sama lain saling mengenal.”
Oleh sebab itu, agar kita tidak terjebak dalam sikap egois dalam ber-hablumminnas, mari kita buktikan bahwa kita mampu berbaur dengan etnis lain agar kita dapat membangun kota Jakarta dan sekitarnya menjadi kota yang kita idam-idamkan. Di mana selaku putra daerah kita mendapatkan porsi lebih sejalan dengan apa yang tertuang dalam Undang Undang Otonomi Daerah. Tetapi, tuntutan itu harus kita barengi atawa imbangkan alias selaraskan dengan kesiapan kita bersaing secara sehat dengan ‘sesama’ tanpa melanggar rambu-rambu hukum buatan manusia (hukum negara) apalagi rambu-rambu yang dibuat Sang Khalik untuk makhluk-Nya (hukum agama).
We are building tomorrow, begitu kalo orang ‘sono’ bilang. Maksudnya, yang kita songsong entu masa depan dengan mengarungi roda kehidupan di era tinggal landas saat eni dengan penuh kesungguhan untuk terus mau belajar. Tujuannya, tentu saja agar mampu mempersiapkan dan membangun dalam rangka mengembangkan kemampuan diri, keluarga, kaum, lingkungan, serta bangsa dan negara ini. Setidaknya, itu harapan saya. Boleh kan berharap sebagai refleksi dari rasa optimis akan kemajuan kaum kita di masa depan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar